A. Pengertian Manusia
Manusia dan
kebudayaan merupakan salah satu ikatan yang tidak bisa dipisahkan dalam
kehidupan ini. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna menciptakan
kebudayaan mereka sendiri dan melestarikannya secara turun menurun. Budaya
tercipta dari kegiatan sehari hari dan juga dari kejadian – kejadian yang sudah
diatur oleh Yang Maha Kuasa.
Namun siapakah manusia itu sebenarnya? Manusia di dunia ini memegang peranan
yang unik dan dapat di pandang dalam beberapa segi. Misalnya, manusia di
pandang sebagai kumpulan dari partikel-partikel atom yang membentuk
jaringan-jaringan system (ilmu kimia). Manusia merupakan makhluk biologis yang
tergolong dalam golongan mamalia (ilmu biologi). Manusia sebagai makhluk social
yang tidak dapat berdiri sendiri (ilmu sosiologi) dan lain sebagainya.
Dari beberapa definisi di atas, tentu membuat kita sulit untuk menjawab pertanyaan
tentang manusia, oleh karena itu kita akan menerangkan siapa itu manusia
berdasarkan unsur-unsur yang membangunnya. Ada dua macam pandangan yang akan
menjadi acuan untuk menjelaskan unsur-unsur yang membangun manusia.
1.
Manusia terdiri dari empat unsur yang saling terkait, yaitu:
- Jasad :
badan kasar manusia yang dapat kita lihat, raba bahkan di foto dan menempati
ruang dan waktu.
- Hayat :
mengandung unsur hidup, yang di tandai dengan gerak.
- Ruh :
bimbingan dan pimpinan Tuhan, daya yang bekerja secara spiritual dan memahami
kebenaran, suatu kemampuan mencipta yang bersifat konseptual yang menjadi pusat
lahirnya kebudayaan.
- Nafs :
dalam pengertian diri atau keakuan, yaitu kesadaran akan diri sendiri.(
Asy’arie, 1992 hal: 62-84).
2.
Manusia sebagai satu kepribadian yang mengandung tiga unsur, yaitu:
- Id,
merupakan struktur kepribadian yang paling primitive dan paling tidak tampak.
Id merupakan energi psikis yang irrasional dan terkait dengan sex yang secara
instingtual menentukan proses-proses ketidaksadaran (unconcius). Id diatur oleh
kesenangan yang harus di penuhi,baik secara langsung melalui pengalaman seksual
atau tidak langsung melalui mimpi atau khayalan.
- Ego,
sering disebut “eksekutif” karena peranannya dalam menghubungkan kepuasan Id
dengan saluran sosial agar dapat di terima oleh masyarakat. Ego diatur oleh
prinsip realitas dan mulai berkembang pada anak antara usia satu dan dua tahun.
- Super
ego, merupakan struktur kepribadian terakhir yang muncul kira-kira pada usia
lima tahun. Super ego menunjukan pola aturan yang dalam derajat tertentu
menghasilkan kontrol diri melalui sistem imbalan dan hukuman terinternalisasi.
(freud, dalam Brennan, 1991; hal 205-206).
B. Hakekat
Manusia
Manusia
diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk hidup yang paling sempurna, melebihi
ciptaan Tuhan yang lain. Manusia terdiri dari jiwa dan raga yang dilengkapi
dengan akal pikiran serta hawa nafsu. Tuhan menanamkan akal dan pikiran kepada
manusia agar dapat digunakan untuk kebaikan mereka masing – masing dan untuk
orang di sekitar mereka. Manusia diberikan hawa nafsu agar mampu tetap hidup di
bumi ini. Salah satu hakekat manusia lainnya ialah manusia sebagai makhluk
sosial, hidup berdampingan satu sama lain, berinteraksi dan saling berbagi.
C. Kepribadian
Bangsa Timur
Manusia mendiami
wilayah yang berbeda dan berada di lingkungan yang berbeda pula. Hal ini
membuat kebiasaan, adat istiadat, kebudayaan dan kepribadian setiap manusia
suatu wilayah berbeda dengan yang lainnya. Namun secara garis besar terdapat
tiga pembagian wilayah, yaitu : Barat, Timur Tengah, dan Timur.
Kita di
Indonesia termasuk ke dalam bangsa Timur, yang dikenal sebagai bangsa yang
berkepribadian baik. Bangsa Timur dikenal dunia sebagai bangsa yang ramah dan
bersahabat. Orang–orang dari wilayah lain sangat suka dengan kepribadian bangsa
Timur yang tidak individualistis dan saling tolong menolong satu sama lain.
Meskipun begitu, kebanyakan bangsa Timur masih tertinggal oleh bangsa Barat dan
Timur Tengah.
Dalam ilmu
psikologi yang notabanenya berasal dari Barat, banyak mengembangkan
konsep-konsep dan teori mengenai aneka warna isi jiwa, serta metode dan alat
untuk menganalisis dan mengukur secara detail tentang variasi jiwa individu.
Tetapi, tidak terlepas dari itu semua, konsep-konsep tersebut masih kurang
mengembangkan suatu konsep yang berkaitan dengan jiwa individu dan lingkungan
sosial budaya.
Oleh karena itu,
Francis L.K Hsu seorang sarjana Amerika keturunan Cina, mengembangkan suatu
konsepsi tentang jiwa manusia sebagai makhluk sosial budaya, yang ia sebut
sebagai Bagan Psiko-Sosiogram Manusia atau delapan daerah seperti lingkaran
konsentris sekitar diri pribadi.
D. Pengertian
Kebudayaan
Kebudayaan
berasal dari kata budaya yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan budi dan
akal manusia. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas
Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial,
ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistic.
Definisi
Kebudyaan itu sendiri adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan
dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Namun
kebudayaan juga dapat kita nikmati dengan panca indera kita. Lagu, tari, dan
bahasa merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang dapat kita rasakan.
UNSUR
UNSUR KEBUDAYAAN
Koentjaraningrat (1985) menyebutkan
ada tujuh unsur-unsur kebudayaan. Ia menyebutnya sebagai isi pokok kebudayaan.
Ketujuh unsur kebudayaan universal tersebut adalah :
1. Sistem peralatan dan perlengkapan hidup,
2. Sistem mata pencaharian hidup
3. Sistem kemasyarakatan
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem Pengetahuan
7. Sistem Religi
Pada jaman modern seperti ini budaya
asli negara kita memang sudah mulai memudar, faktor dari budaya luar memang
sangat mempengaruhi pertumbuhan kehidupan di negara kita ini. Contohnya saja
anak muda jaman sekarang, mereka sangat antusias dan up to date untuk
mengetahui juga mengikuti perkembangan kehidupan budaya luar negeri. Sebenarnya
bukan hanya orang-orang tua saja yang harus mengenalkan dan melestarikan
kebudayaan asli negara kita tetapi juga para anak muda harus senang dan
mencintai kebudayaan asli negara sendiri. Banyak faktor juga yang menjelaskan
soal 7 unsur budaya universal yaitu :
1. Sistem
Teknologi dan Peralatan
Teknologi
semakin lama semakin luas. Karena makin banyaknya masyarakatyang hidup
modern. Teknologi sangat diperlukan akan tetapi tidak untukmelakukan perbuatan
yang melanggar norma-norma yang berlaku. Sekarang banyak yang
menyalah gunakan alat teknologi khususnya internet. Tidak
sedikitmasyarakat yang tertipu atau melakukan perbuatan asusila dengan
internet. Haltersebut harus kita perhatikan. Jangan sampai kebudayaan kita
menjadi minus dimata negara lain. contoh lainnya dari sistem teknologi dan
peralatan adalahperalatan kantor, rumah tangga, pertanian, nelayan, tukang kayu,
peralatanibadah dan sebagainya lagi.Unsur kebudayaan secara universal
sangat beragam. Kita bisa pelajari denganbaik maka akan dapat banyak
sekali pengetahuan yang sangat bermanfaat.
2. Sistem
Mata Pencaharian Hidup
Mata pencaharian sangat diperlukan
untuk setiap masyarakat karenabermanfaat untuk memenuhi kehidupan manusia.
Misalnya kaumpegawai/karyawan, kaum, petani, nelayan, pedangan. buruh dan
seterusnya. Haltersebut merupakan mata pencaharian yang harus kita tekuni.
Contohnyamasyarakat yang hidup dipesisir pantai lebih banyak bermata
pencahariansebagai nelayan atau masyarakat yang hidup di perkotaan lebih banyak
bermatapencaharian sebagai pegawai kantoran.
3.
Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan
Kebudayaan di Indonesia beragam
sangat banyak. Terdapat masyarakat Jawa,Sunda, Batak, Bugis dsb. Dari
macam-macam kebudayaan tersebut, perluditanamkan nilai-nilai kemanusiaan yaitu
membiasakan bergaul dengankebudayaan yang lain. Dan saling berinteraksi
dengan rukun. Di Indonesiabanyak terdapat kebudayaan yang harus di lestarikan
bersama. Jangan kitasaling bersaing untuk kepentingan pribadi dengan kebudayaan
lain, karena itusama saja kita memecahbelahkan kebudayaan yang
sudah ditanam oleh leluhursebelumnya.
4. Bahasa
Kebudayaan yang beragam sangat
berpengaruh pada bahasa yang dipakainya.Contohnya bahasa Inggris, Jerman,
Italia, Sunda, Jawa, dsb. Dari banyak bahasatersebut kita dapat
mempelajarinya untuk pengetahuan yang lebih luas. Tidakhanya bahasa yang dipelajari
berasal dari bahas luar negri saja, tetapi bahasadari negri Indonesiapun perlu
kita pelajari untuk melestarikan kebudayaan yangada di Indonesia.
5.
Kesenian
Salah satu ciri khas dari kebudayaan
adalah kesenian. Banyak hal yang bisa kitapelajari mengenai kesenian.
Misalnya seni sastra, lukis, musik, tari, drama, kriadan lain sebagainya.
Hal tersebut bagian dari khas yang dimiliki setiap daerahmaupun setiap
negara. Misalnya untuk kesenian musik. Kita bisa mengetahuidan mencari
musik yang khas dari setiap daerah maupun negara. Contohnyalagu-lagu daerah
ampar-ampar pisang yang berasal dari Kalimantan Selatanyang menjadi ciri khas
dari daerah tersebut.
6. Sistem
Pengetahuan
Ada banyak sistem pengetahuan
misalnya pertanian, perbintangan,perdagangan/bisnis,
hukum dan perundang-undangan, pemerintahaan/politikdsb. Hal tersebut
juga bagian dari kebudayaan. Kita wajib mempelajarinyakarena dengan
adanya sistem pengetahuan kita menjadi tahu dunia luar dansangat bermanfaat
untuk kehidupan karena berpengaruh pada pekerjaanseseorang untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Tidak perlu semua kita pelajaricukup beberapa saja
kita kuasai, maka akan banyak informasi yang kita dapat.
7. Sistem
Upacara Keagamaan
Setiap kebudayaan terdapat
kepercayaan yang dianut. Kepercayaan yang dianutdi Indonesia ada 5, yaitu
Islam, Kristen protestan, Katolik, Hindu dan Budha. Darikelima agama tersebut
terdapat upacara keagamaan yang berbeda-beda. Akantetapi untuk masyarakat
yang tinggal dikota upacara keagamaan sepertinyasudah tidak dilaksanakan
lagi kecuali dalam hal-hal tertentu saja. Sedangkanmasyarakat yang tinggal
didesa masih banyak yang melaksanakan upacarakeagamaan tersebut.
Wujud Kebudayaan
Selain unsur kebudayaan, masalah
lain yang juga penting dalam kebudayaan adalah wujudnya. Pendapat umum
mengatakan ada dua wujud kebudayaan. Pertama, kebudayaan bendaniah (material)
yang memiliki cirri dapat dilihat, diraba, dan dirasa. Sehingga lebih konkret
atau mudah dipahami. Kedua, kebudayaan rohaniah (spiritual) yang memiliki ciri
dapat dirasa saja. Oleh karena itu, kebudayaan rohaniah bersifat lebih abstrak
dan lebih sulit dipahami. Koentjaraningrat dalam karyanya kebudayaan.
Mentaliter, dan pembangunan menyebutkan bahwa paling sedikit ada tiga wujud
kebudayaan, yaitu :
1. Sebagai suatu kompeks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
peraturan, dan sebagainya.
2. Sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3. Sebagai benda-benda hasil karya manusia. (koentjaraningrat, 1974:15).
Wujud pertama adalah wujud ideal
kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba dan difoto. Letaknya dalam alam
pikiran manusia. Ide-ide dan gagasan manusia ini banyak yang hidup dalam
masyarakat dan member jiwa kepada masyarakat. Gagasan-gagasan itu tidak
terlepas satu sama lain melainkan saling berkaitan menjadi suatu system,
disebut system budaya atau culture system, yang dalam bahasa Indonesia disebut
adat istiadat.
Wujud kedua adalah yang disebut
system social, yaitu mengenai tindakan berpola manusia itu sendiri. Sistem
social ini bersifat konkrit sehingga bias diobservasi, difoto dan didokumentir.
Wujud ketiga adalah yang disebut
kebudayaan fisik, yaitu seluruh hasil fisik karya manusia dalam masyarakat.
Sifatnya sangat konkrit berupa benda-benda yang bias diraba, difoto dan
dilihat. Ketiga wujud kebudayaan tersebut di atas dalam kehidupan masyarakat
tidak terpisah satu dengan yang lainnya.
Kebudayaan sebagai karya manusia
memiliki system nilai. Menurut C.Kluckhohn (1961:38) dalam karyanya Variations
in Value Orientation, system nilai budaya dalam semua kebudayaan yang ada di
dunia sebenarnya berkisar pada lima masalah pokok dalam kehidupan manusia,
yaitu :
1. Hakikat dari hidup manusia (manusia dan hidup, disingkat MH)
2. Hakikat dari karya manusia (manusia dan karya, disingkat MK)
3. Hakikat kedudukan manusia dalam ruang waktu (manusia dan waktu, disingkat (MW)
4. Hakikat hubungan manusia dengan sesamanya (manusia dan manusia, disingkat MM).
Orientasi
Nilai Budaya
Kluckhohn dalam Pelly
(1994) mengemukakan bahwa nilai
budaya merupakan sebuah konsep beruanglingkup
luas yang hidup dalam alam fikiran sebahagian
besar warga suatu masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup.
Rangkaian konsep itu satu sama lain saling berkaitan dan merupakan sebuah
sistem nilai – nilai budaya.
Secara
fungsional sistem nilai ini mendorong
individu untuk berperilaku seperti apa yang
ditentukan. Mereka percaya, bahwa hanya
dengan berperilaku seperti itu mereka akan berhasil (Kahl, dalam
Pelly:1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman yang melekat erat secara
emosional pada diri seseorang atau sekumpulan orang, malah merupakan tujuan
hidup yang diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah sistem nilai manusia
tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab, nilai – nilai tersebut merupakan
wujud ideal dari lingkungan sosialnya.
Dapat pula dikatakan bahwa sistem
nilai budaya suatu masyarakat
merupakan wujud konsepsional dari kebudayaan
mereka, yang seolah – olah berada diluar dan di atas para individu warga
masyarakat itu.
Ada lima masalah
pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan secara
universal. Menurut Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah pokok tersebut
adalah: (1) masalah hakekat hidup, (2) hakekat kerja atau karya manusia, (3)
hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, (4) hakekat hubungan manusia
dengan alam sekitar, dan (5) hakekat dari hubungan manusia dengan manusia
sesamanya.
Berbagai
kebudayaan mengkonsepsikan masalah
universal ini dengan berbagai variasi
yang berbeda – beda. Seperti masalah
pertama, yaitu mengenai hakekat hidup manusia. Dalam banyak
kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Budha misalnya, menganggap hidup itu
buruk dan menyedihkan. Oleh karena itu pola kehidupan masyarakatnya berusaha
untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan nirwana,
dan mengenyampingkan segala
tindakan yang dapat menambah rangkaian hidup kembali
(samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10). Pandangan seperti ini
sangat mempengaruhi wawasan dan makna
kehidupan itu secara keseluruhan. Sebaliknya banyak kebudayaan yang
berpendapat bahwa hidup itu baik. Tentu konsep – konsep kebudayaan yang berbeda
ini berpengaruh pula pada sikap dan wawasan mereka.
Masalah kedua
mengenai hakekat kerja atau karya dalam kehidupan. Ada kebudayaan yang
memandang bahwa kerja itu sebagai usaha untuk kelangsungan hidup (survive)
semata. Kelompok ini kurang tertarik kepada kerja keras. Akan tetapi ada juga
yang menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan dan kehormatan. Namun,
ada yang berpendapat bahwa kerja untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini
berorientasi kepada prestasi bukan kepada status.
Masalah ketiga
mengenai orientasi manusia terhadap waktu. Ada budaya yang memandang penting
masa lampau, tetapi ada yang melihat masa kini sebagai focus usaha dalam
perjuangannya. Sebaliknya ada yang jauh melihat kedepan. Pandangan yang berbeda
dalam dimensi waktu ini sangat mempengaruhi perencanaan hidup masyarakatnya.
Masalah keempat
berkaitan dengan kedudukan fungsional manusia terhadap alam. Ada yang percaya
bahwa alam itu dahsyat dan mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya ada yang
menganggap alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai manusia.
Akan tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan dengan
alam. Cara pandang ini akan berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakatnya.
Masalah kelima
menyangkut hubungan antar manusia. Dalam banyak kebudayaan hubungan ini tampak
dalam bentuk orientasi berfikir, cara bermusyawarah, mengambil keputusan dan
bertindak. Kebudayaan yang menekankan hubungan horizontal (koleteral) antar
individu, cenderung untuk mementingkan hak azasi, kemerdekaan dan kemandirian
seperti terlihat dalam masyarakat – masyarakat eligaterian. Sebaliknya
kebudayaan yang menekankan hubungan vertical cenderung untuk mengembangkan
orientasi keatas (kepada senioritas, penguasa atau pemimpin). Orientasi ini
banyak terdapat dalam masyarakat paternalistic (kebapaan). Tentu saja pandangan
ini sangat mempengaruhi proses dinamika dan mobilitas social masyarakatnya.
Inti
permasalahan disini seperti yang dikemukakan oleh Manan dalam Pelly (1994)
adalah siapa yang harus mengambil keputusan. Sebaiknya dalam system hubungan
vertical keputusan dibuat oleh atasan (senior) untuk semua orang. Tetapi
dalam masyarakat yang mementingkan kemandirian
individual, maka keputusan dibuat dan diarahkan kepada masing –
masing individu.
perubahan kebudayaan
Pengertian perubahan kebudayaan
adalah suatu keadaan dalam masyarakat yang terjadi karena ketidak sesuaian
diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan
yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.
Contoh :
Masuknya mekanisme pertanian mengakibatkan hilangnya beberapa jenis teknik
pertanian tradisional seperti teknik menumbuk padi dilesung diganti oleh teknik
“Huller” di pabrik penggilingan padi. Peranan buruh tani sebagai penumbuk padi
jadi kehilangan pekerjaan.
Semua terjadi karena adanya salah satu atau beberapa unsur budaya yang tidak
berfungsi lagi, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan didalam masyarakat.
Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian yaitu : kesenian, ilmu
pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan perubahan dalam bentuk juga
aturan-aturan organisasi social. Perubahan kebudayaan akan berjalan
terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Ada faktor-faktor yang mendorong dan menghambat perubahan
kebudayaan yaitu:
a. Mendorong perubahan kebudayaan
Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi mudah
berubah, terutama unsur-unsur teknologi dan ekonomi ( kebudayaan material).
Adanya individu-individu yang mudah menerima unsure-unsur
perubahan kebudayaan, terutama generasi muda.
Adanya faktor adaptasi dengan lingkungan alam yang mudah
berubah.
b. Menghambat perubahan kebudayaan
Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi sukar
berubah
seperti :adat istiadat dan keyakinan agama ( kebudayaan
non material)
Adanya individu-individu yang sukar menerima unsure-unsur
perubahan terutama generasi tu yang kolot.
Ada juga faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
perubahan kebudayaan :
1. Faktor intern
• Perubahan Demografis
Perubahan demografis disuatu daerah biasanya cenderung
terus bertambah, akan mengakibatkan terjadinya perubahan diberbagai sektor
kehidupan, c/o: bidang perekonomian, pertambahan penduduk akan mempengaruhi
persedian kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
• Konflik social
Konflik social dapat mempengaruhi terjadinya perubahan
kebudayaan dalam suatu masyarakat. c/o: konflik kepentingan antara kaum
pendatang dengan penduduk setempat didaerah transmigrasi, untuk mengatasinya
pemerintah mengikutsertakan penduduk setempat dalam program pembangunan
bersama-sama para transmigran.
• Bencana alam
Bencana alam yang menimpa masyarakat dapat mempngaruhi
perubahan c/o; bencana banjir, longsor, letusan gunung berapi masyarkat akan
dievakuasi dan dipindahkan ketempat yang baru, disanalah mereka harus
beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan budaya setempat sehingga terjadi
proses asimilasi maupun akulturasi.
• Perubahan lingkungan alam
Perubahan lingkungan ada beberapa faktor misalnya
pendangkalan muara sungai yang membentuk delta, rusaknya hutan karena erosi
atau perubahan iklim sehingga membentuk tegalan. Perubahan demikian dapat
mengubah kebudayaan hal ini disebabkan karena kebudayaan mempunyai daya
adaptasi dengan lingkungan setempat.
2. Faktor ekstern
• Perdagangan
Indonesia terletak pada jalur perdagangan Asia Timur denga
India, Timur Tengah bahkan Eropa Barat. Itulah sebabnya Indonesia sebagai
persinggahan pedagang-pedagang besar selain berdagang mereka juga
memperkenalkan budaya mereka pada masyarakat setempat sehingga terjadilah
perubahan budaya dengan percampuran budaya yang ada.
• Penyebaran agama
Masuknya unsur-unsur agama Hindhu dari India atau budaya
Arab bersamaan proses penyebaran agama Hindhu dan Islam ke Indonesia demikian
pula masuknya unsur-unsur budaya barat melalui proses penyebaran agama Kristen
dan kolonialisme.
• Peperangan
Kedatangan bangsa Barat ke Indonesia umumnya menimbulkan
perlawanan keras dalam bentuk peperangan, dalam suasana tersebut ikut masuk
pula unsure-unsur budaya bangsa asing ke Indonesia.
KAITAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
- Hubungan
manusia dan kebudayaan
Manusia
dan kebudayaan merupakan dua hal yang sangat erat berkaitan satu sama lain.
Manusia di alam dunia inimemegang peranan yang unik, dan dapat dipandang dari
berbagai segi. Dalam ilmu sosial manusia merupakan makhluk yang ingin
memperoleh keuntungan atau selalu memperhitungkan setiap kegiatan sering
disebut homo economicus (ilmu ekonomi). Manusia merupakan makhluk sosial yang
tidak dapat berdiri sendiri (sosialofi), Makhluk yang selalu ingin mempunyai
kekuasaan (politik), makhluk yan g berbudaya dan lain sebagainya.
- Contoh
hubungan manusia dan kebudayaan
Secara
sederhana hubungan antara manusia dan kebudayaan adalah : manusia sebagai
perilaku kebudayaan, dan kebudayaan merupakan obyek yang dilaksanakan manusia.
Tetapi apakah sesederhana itu hubungan keduanya ?
Dalani sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai
dwitunggal, maksudnya bahwa walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan
satu kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan, clan setclah kebudayaan itu
tercipta maka kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai dcngannya. Tampak
baliwa keduanya akhimya merupakan satu kesatuan. Contoh sederhana yang dapat
kita lihat adalah hubungan antara manusia dengan peraturan - peraturan
kemasyarakatan. Pada saat awalnya peraturan itu dibuat oleh
manusia, setelah peraturan itu jadi maka manusia yang membuatnya hams patuh
kepada peraturan yang dibuatnya sendiri itu. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena kebudayaan itu
merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang tercakup dalam satu
kebudayaan tidak akan jauh menyimpang dari kemauan manusia yang
membuatnya.Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat adalah ciptaan manusia,
dia akan menjadi terasing atau tealinasi (Berger, dalam terjemahan
M.Sastrapratedja, 1991; hal : xv)
Manusia
dan kebudayaan, atau manusia dan masyarakat, oleh karena itu mempunyai hubungan
keterkaitan yang erat satu sama lain. Pada kondisi sekarang ini kita tidak
dapat lagi membedakan mana yang lebih awal muncul manusia atau kebudayaan.
Analisa terhadap keberadaan keduanya hams menyertakan pembatasan masalah dan
waktu agar penganalisaan dapat dilakukan dengan lebih cermat.
- Pengertian
Dialektis
Dialektika
disini berasal dari dialog komunikasi sehari-hari. Ada pendapat dilontarkan ke
hadapan publik. Kemudian muncul tentangan terhadap pendapat tersebut. Kedua
posisi yang saling bertentangan ini didamaikan dengan sebuah pendapat yang
lebih lengkap. Dari fenomen dialog ini dapat dilihat tiga tahap yakni tesis,
antitesis dan sintesis. Tesis disini dimaksudkan sebagai pendapat awal
tersebut. Antitesis yakni lawan atau oposisinya. Sedangkan Sintesis merupakan
pendamaian dari keduanya baik tesis dan antitesis. Dalam sintesis ini terjadi
peniadaan dan pembatalan baik itu tesis dan antitesis. Keduanya menjadi tidak
berlaku lagi. Dapat dikatakan pula, kedua hal tersebut disimpan dan diangkat ke
taraf yang lebih tinggi. Tentunya kebenaran baik dalam tesis dan antitesis
masih dipertahankan. Dalam kacamata Hegel, proses ini disebut
sebagai aufgehoben. Bentuk
triadik dari dialektika Hegel yakni tesis-antitesis-sintesis berangkat dari
pemikir-pemikir sebelum Hegel. Antinomi Kantian
akan numena dan fenomena menimbulkan oposisi yang tidak
terselesaikan[1].
Kemudian Fichte dengan metode ”Teori Pengetahuan”-nya tetap memunculkan
pertentangan walaupun sudah melampaui sedikit apa yang dijabarkan oleh Kant. Dialektika
sendiri sudah dikenal dalam pemikiran Fichte. Bagi Fichte, seluruh isi dunia
adalah sama dengan isi kesadaran. Seluruh dunia itu diturunkan dari suatu asas
yang tertinggi dengan cara sebagai berikut: ”Aku” meng-ia-kan dirinya (tesis),
yang mengakibatkan adanya ”non-Aku” yang menghadapi ”Aku”. ”non Aku” inilah
antitesis. Kemudian sintesisnya adalah keduanya tidak lagi saling mengucilkan,
artinya: kebenaran keduanya itu dibatasi, atau berlakunya keduanya itu
dibatasi. ”Aku” menempatkan ”non-Aku yang dapat dibagi-bagi” berhadapan dengan
”Aku yang dapat dibagi-bagi”. Dalam
sistem filsafatnya, Hegel menyempurnakan Fichte. Hegel memperdalam pengertian
sintesis. Di dalam sintesis baik tesis maupun antitesis bukan dibatasi
(seperti pandangan Fichte), melainkan aufgehoben. Kata Jerman ini
mengandung tiga arti, yaitu: a) mengesampingkan, b) merawat, menyimpan, jadi
tidak ditiadakan, melainkan dirawat dalam suatu kesatuan yang lebih tinggi dan
dipelihara, c) ditempatkan pada dataran yang lebih tinggi, dimana keduanya
(tesis dan antitesis) tidak lagi berfungsi sebagai lawan yang saling
mengucilkan. Tesis mengandung di dalam dirinya unsur positif dan negatif. Hanya
saja di dalam tesis unsur positif ini lebih besar. Sebaliknya, antitesis
memiliki unsur negatif yang lebih besar. Dalam sintesislah kedua unsur yang
dimiliki tesis dan antitesis disatukan menjadi sebuah kesatuan yang lebih
tinggi. Dialektika
juga dimaksudkan sebagai cara berpikir untuk memperoleh penyatuan (sintesis)
dari dua hal yang saling bertentangan (tesis versus antitesis). Dengan
term aufgehoben, konsep ”ada” (tesis) dan konsep ”tidak ada” (antitesis)
mendapatkan bentuk penyatuannya dalam konsep ”menjadi” (sintesis)[2].
Di dalam konsep ”menjadi”, terdapat konsep ”ada” dan ”tidak ada” sehingga
konsep ”ada” atau ”tidak ada” dinyatakan batal atau ditiadakan. Dialektika
menjadi sebuah perkembangan Yang Absolut untuk bertemu dengan dirinya sendiri.
Ide yang Absolut merupakan hasil perkembangan. Konsep-konsep dan ide-ide
bukanlah bayangan yang kaku melainkan mengalir. Metode dialektika menjadi
sebuah gerak untuk menciptakan kebaruan dan perlawanan. Dengan tiga tahap yakni
tesis, antitesis dan sintesis setiap ide-ide, konsep-konsep (tesis) berubah menjadi
lawannya (antitesis). Pertentangan ini ”diangkat” dalam satu tingkat yang lebih
tinggi dan menghasilkan sintesis. Hal baru ini (sintesis) kemudian menjadi
tesis yang menimbulkan antitesis lagi lalu sintesis lagi. Proses gerak yang
dinamis ini sampai akhirnya melahirkan suatu universalitas dari gejala-gejala.
Itulah Yang Absolut yang disebut Roh dalam filsafat Hegel. Bagi
Hegel, unsur pertentangan (antitesis) tidak muncul setelah kita
merefleksikannya tetapi pertentangan tersebut sudah ada dalam perkara itu
sendiri. Tiap tesis sudah memuat antitesis di dalamnya. Antitesis terdapat di
dalam tesis itu sendiri karena keduanya merupakan ide yang berhubungan dengan
hal yang lebih tinggi. Keduanya diangkat dan ditiadakan (aufgehoben) dalam
sintesis. Kenyataan
menjadi dua unsur bertentangan namun muncul serentak. Hal ini tidak dapat
diterima oleh Verstandyang bekerja berdasakan skema-skema yang ada dalam
menangani hal-hal yang khusus. Vernunft-lah yang dapat memahami hal
ini. Vernunft melihat realitas dalam totalitasnya dan sanggup membuat
sintesis dari hal-hal yang bertentangan. Identifikasi sebagai realitas total
menjadi cara kerja Vernunft yang mengikuti prinsip dialektika. Secara
umum dapat kita lihat bahwa dialektika Hegel memiliki tiga aspek yang perlu
diperhatikan[3].
Pertama, sistem dialektika ini berbentuk tripleks atau triadik. Kedua,
dialektika ini bersifat ontologis sebagai sebuah konsep. Aplikasinya adalah
terhadap benda dan benduk dari ada dan tidak sebatas pada konsep. Ketiga,
dialektika Hegel memiliki tujuan akhir (telos) di dalam konsep abstrak yang
disebut Hegel sebagai Idea atau Idea Absolut dan konkretnya pada Roh Absolut
atau Roh (Spirit, Geist). Terdapat
tiga elemen esensial akan dialektika Hegel[4].
Pertama, berpikir itu memikirkan dalam dirinya untuk dan oleh dirinya sendiri.
Kedua, dialektika merupakan hasil berpikir terus menerus akan kontradiksi.
Ketiga, kesatuan kepastian akan kontradiksi tersublimasi di dalam kesatuan.
Itulah kodrat akan dirinya dialektika itu sendiri.
- 3
tahap proses dialektis
Proses dialektis ini tercipta
melalui tiga tahap yaitu :
1. Ekstemalisasi, yaitu
proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya.
Melalui ekstemalisasi ini masyarakat menjadi kenyataan buatan manusia
2. Obyektivasi,
yaitu proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan
yang terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia. Dengan demikian
masyarakat dengan segala pranata sosialnya akan mempengaruhi bahkan membentuk
perilaku manusia.
3. Intemalisasi,
yaitu proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa
manusia mempelajari kembali masyarakamya sendiri agar dia dapat hidup dengan
.baik, sehingga manusia menjadi kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat